Kamis, 02 Desember 2010
Advokat Remaja Cegah HIV/AIDS ala PKBI
Tingginya jumlah kasus HIV/AIDS di kalangan remaja belakangan ini telah
mendorong berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk peduli
terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja. Adalah PKBI (Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia) yang sudah berdiri sejak 23 Desember 1957
tetap bergairah memberikan pengarahan guna mencegah HIV/AIDS. Terbuki
kini PKBI telah memiliki strategi advokasi pencegahan HIV/AIDS yang jitu
di kalangan remaja.
Organisasi LSM yang terbilang paling tua dalam mengembangkan kepeduliannya terhadap masalah Kesehatan Keluarga dan Kesehatan Reproduksi ini sesungguhnya merupakan Pelopor Gerakan Keluarga Berencana di Indonesia. PKBI juga merupakan salah satu anggota dari Federasi Perkumpulan-Perkumpulan Keluarga berencana atau International Planned Parenthood Federation (IPPF) yang berkedudukan di London, Inggris.
Tak salah bila kemudian program bantuan dari UNFPA dipercayakan kepada tiga lembaga yaitu IPPF sebagai pelaksana lapangan, AIDCOM menyiapkan paket intervensi untuk advokasi dan Forum Parlemen ASEAN untuk Kependudukan dan Pembangunan yang menyelenggarakan Regional Consultative Workshop for Parliamentarians on advocacy HIV/AIDS. Maka, pelaksanaan program oleh IPPF dipercayakan kepada tiga anggotanya yaitu PKBI, Perkumpulan KB Sri Lanka dan PNG.
Menurut Lucy Herni dari PKBI Pusat, program ini selanjutnya dilaksanakan bersama antara PKBI Pusat dan PKBI DKI Jakarta sebagai lokasi uji coba. Tahapan kegiatannya diawali dengan kegiatan pengumpulan dan analisa data tentang aturan-aturan yang berkaitan dengan HIV/AIDS, kasus HIV/AIDS, program pencegahan HIV/AIDS dan kebutuhan program advokasi HIV/AIDS. “Melalui aktivitas ini kami berupaya memetakan permasalahan dan issu yang dihadapi oleh remaja dalam hal HIV/AIDS,” cetus Lucy.
Berdasar hasil tahap pertama ini, kata Lucy, selanjutnya dilakukan perencanaan dan kegiatan pelatihan Advokat Remaja yang dilakukan sebanyak dua angkatan. Pelatihan advokasi dimaksdukan untuk memberdayakan remaja dalam melakukan advokasi HIV/AIDS di lingkungan masing-masing.
Konsep unik
Dalam pelatihan Advokat Remaja itu, ungkap Lucy, PKBI mengembangkan konsep dan metode baru yaitu dengan menggunakan tema “Agen Perubahan”. Peserta pelatihan 50 orang disebut sebagai “Agen” yang berarti bahwa setelah pelatihan pada advocat remaja ini harus berperan sebagai agen perubahan di lingkungan mereka, misalnya sekolah dimana mereka berasal maupun lembaga lainnya.
Selain itu, tahap selanjutnya juga dilakukan diskusi bulanan para advokat remaja. Kegiatan ini secara rutin dilakukan untuk mendiskusikan lebih mendalam tentang HIV/AIDS, memonitor rencana tindak lanjut, berbagi pengalaman melakukan advokasi di tempat mereka masing-masing, dan sebagainya.
Dari kegiatan ini antara lain diperoleh informasi bahwa 80 persen advokat remaja yang telah dilatih telah melakukan kegiatan advokasi di lingkungannya seperti sekolah, organisasi remaja, LSM dan di lingkungan tempat tinggalnya. Para advokat bisa juga menghasilkan petisi mendukung program pecegahan HIV/AIDS yang ditandatangani oleh para kepala sekolah, guru dan tokoh-tokoh masyarakat untuk disampaikan kepada pemerintah. Lebih mudahnya lagi , para advokat sebenarnya bisa melakukan pendekatan kepada Kepala Sekolah mereka agar memasukkan Materi Kesehatan Reproduksi terutama tentang HIV/AIDS sebagai bagian pelajaran resmi di sekolah.
Organisasi LSM yang terbilang paling tua dalam mengembangkan kepeduliannya terhadap masalah Kesehatan Keluarga dan Kesehatan Reproduksi ini sesungguhnya merupakan Pelopor Gerakan Keluarga Berencana di Indonesia. PKBI juga merupakan salah satu anggota dari Federasi Perkumpulan-Perkumpulan Keluarga berencana atau International Planned Parenthood Federation (IPPF) yang berkedudukan di London, Inggris.
Tak salah bila kemudian program bantuan dari UNFPA dipercayakan kepada tiga lembaga yaitu IPPF sebagai pelaksana lapangan, AIDCOM menyiapkan paket intervensi untuk advokasi dan Forum Parlemen ASEAN untuk Kependudukan dan Pembangunan yang menyelenggarakan Regional Consultative Workshop for Parliamentarians on advocacy HIV/AIDS. Maka, pelaksanaan program oleh IPPF dipercayakan kepada tiga anggotanya yaitu PKBI, Perkumpulan KB Sri Lanka dan PNG.
Menurut Lucy Herni dari PKBI Pusat, program ini selanjutnya dilaksanakan bersama antara PKBI Pusat dan PKBI DKI Jakarta sebagai lokasi uji coba. Tahapan kegiatannya diawali dengan kegiatan pengumpulan dan analisa data tentang aturan-aturan yang berkaitan dengan HIV/AIDS, kasus HIV/AIDS, program pencegahan HIV/AIDS dan kebutuhan program advokasi HIV/AIDS. “Melalui aktivitas ini kami berupaya memetakan permasalahan dan issu yang dihadapi oleh remaja dalam hal HIV/AIDS,” cetus Lucy.
Berdasar hasil tahap pertama ini, kata Lucy, selanjutnya dilakukan perencanaan dan kegiatan pelatihan Advokat Remaja yang dilakukan sebanyak dua angkatan. Pelatihan advokasi dimaksdukan untuk memberdayakan remaja dalam melakukan advokasi HIV/AIDS di lingkungan masing-masing.
Konsep unik
Dalam pelatihan Advokat Remaja itu, ungkap Lucy, PKBI mengembangkan konsep dan metode baru yaitu dengan menggunakan tema “Agen Perubahan”. Peserta pelatihan 50 orang disebut sebagai “Agen” yang berarti bahwa setelah pelatihan pada advocat remaja ini harus berperan sebagai agen perubahan di lingkungan mereka, misalnya sekolah dimana mereka berasal maupun lembaga lainnya.
Selain itu, tahap selanjutnya juga dilakukan diskusi bulanan para advokat remaja. Kegiatan ini secara rutin dilakukan untuk mendiskusikan lebih mendalam tentang HIV/AIDS, memonitor rencana tindak lanjut, berbagi pengalaman melakukan advokasi di tempat mereka masing-masing, dan sebagainya.
Dari kegiatan ini antara lain diperoleh informasi bahwa 80 persen advokat remaja yang telah dilatih telah melakukan kegiatan advokasi di lingkungannya seperti sekolah, organisasi remaja, LSM dan di lingkungan tempat tinggalnya. Para advokat bisa juga menghasilkan petisi mendukung program pecegahan HIV/AIDS yang ditandatangani oleh para kepala sekolah, guru dan tokoh-tokoh masyarakat untuk disampaikan kepada pemerintah. Lebih mudahnya lagi , para advokat sebenarnya bisa melakukan pendekatan kepada Kepala Sekolah mereka agar memasukkan Materi Kesehatan Reproduksi terutama tentang HIV/AIDS sebagai bagian pelajaran resmi di sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar